Jumat, 10 Juli 2009

KEPAILITAN

Sejak krisis moneter melanda Indonesia, yaitu sekitar tahun 1997 banyak perusahaan-perusahaan besar mengalami kesulitan dalam bidang keuangan. Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan-perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan dan terpaksa gulung tikar. Keadaan ini sebenarnya adalah merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan oleh semua pihak, akan tetapi karena krisis ekonomi yang terjadi di negara kita cukup parah sehingga keadaan ini tidak dapat lagi dihindarkan.

Pailit merupakan salah satu cara yang digunakan baik oleh kreditur maupun oleh debitur dalam menyelesaikan “masalah” mereka, karena hakekat kepailitan bagi debitur adalah untuk menghindari kesewenang-wenangan dari pihak kreditur, sedangkan hakikat kepailitan bagi kreditur adalah untuk mendapatkan kepastian pembayaran. Akibat dari kepailitan bagi debitur dan harta kekayaannya adalah harta kekayaan debitur akan disita untuk dijual, dan debitur tidak berhak lagi mengelola harta kekayaan tersebut, karena pengelolaanya akan dilakukan oleh kurator. Arti kepailitan sendiri menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 yaitu :
“suatu penyitaan umum atas seluruh harta (aset) yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan pleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawassebagaimana diatur dalam Undang-Undang.”

Kepailitan terjadi ketika debitur tidak mampu lagi membayar hutangnya, adapun ketentuan lengkap tentang syarat kepailitan diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, yaitu :
“Debitur yang mempunyai dua atau lebih bkreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permintaan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.”

Syarat Yuridis untuk kepailitan adalah :
  1. Adanya hutang
  2. Minimal satu hutang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
  3. Adanya debitur
  4. Adanya kreditur (lebih dari satu)
  5. Permohonan peryataan pailit
  6. Pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga
Adapun para pihak yang dapat melakukan permintaan kepailitan adalah :
  1. Debitur
  2. Kreditur
  3. Kejaksaan demi kepentingan umum
  4. Bank Indonesia
  5. Badan Pengawas Pasar Modal
Langkah-langkah yang ada dalam kepailitan ada 9 langkah, yaitu :
  1. Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1998, seperti apa yang telah ditulis diatas.
  2. Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai sampai keputusan pailit berkekuatan tetap adalah 90 hari.
  3. Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang-piutang, pada langkah ini dilakukan pendataan berapa jumlah utang dan piutangyang dimiliki oleh debitur. Verifikasi utang merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan karena akan ditentukan urutan pertimbangan hak dari masing-masing kreditur. Rapat verifikasi dipimpin oleh hakim pengawas dan dihadiri oleh : (a) Panitera (sebagai pencatat), (b) Debitur (tidak boleh diwakilkan karena nanti debitur harus menjelaskan kalau nanti terjadi perbedaan pendapat tentang jumlah tagihan, (c) Kreditur atau kuasanya (jika berhalangan untuk hadir tidak apa-apa, nantinya mengikuti hasil rapat), (d) Kurator (harus hadir karena merupakan pengelola aset).
  4. Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir, jika tidak maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. Proses perdamaian selalu diupayakan dan diagendakan. Ada beberapa perbedaan antara perdamaian yang terjadi dalam proses kepailitan dengan perdamaian yang biasa. Perdamaian dalam proses kepailitan meliputi : (a) mengikat semua kreditur kecuali kreditur separatis, karena kreditur separatis telah dijamin tersendiri dengan benda jaminan yang terpisah dengan harta pailit umumnya. (b) terikat formalitas, (c) ratifikasi dalam sidang homologasi, (d) jika pengadilan niaga menolak adanya hukum kasasi, (e) ada kekuatan eksekutorial, apa yang tertera dalam perdamaian, pelaksanaanya dapat dilakukan secara paksa. Tahap-tahap dalam proses perdamaian antara lain : (a) pengajuan usul perdamaian, (b) pengumuman usulan perdamaian, (c) rapat pengambilan keputusan, (d) sidang homologasi, (e) upaya hukum kasasi, (f) rehabilitasi.
  5. Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh Pengadilan Niaga, jika proses perdamaian diterima.
  6. Insolvensi, yaitu suatu keadaan dimana debitur dinyatakan benar-benar tidak mampu membayar, atau dengan kata lain harta debitur lebih sedikit jumlahnya dengan hutangnya. Hal tentang insolvensi ini sangat menentukan nasib debitur, apakah akan ada eksekusi atau terjadi restrukturisasi hutang dengan damai. Saat terjadinya insolvensi (pasal 178 UUK) yaitu: (a) saat verifikasi tidak ditawarkan perdamaian, (b) penawaran perdamaian ditolak, (c) pengesahan perdamaian ditolak oleh hakim. Dengan adanya insolvensi maka harta pailit segera dieksekusi dan dibagi kepada para kreditur.
  7. Pemberesan/likuidasi, yaitu ppenjualan harta kekayaan debitur pailit, yang dibagikan kepad kreditur konkuren, setelah dikurangi biaya-biaya.
  8. Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditur, akan tetapi dengan catatan jika proses perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak maka rehabilitasi tidak ada. Syarat rehabilitsi adalah : telah terjadi perdamaian, telah terjadi pembayaran utang secara penuh.
  9. Kepailitan berakhir.
Dalam suatu kepailitan peran seorang kurator amat sangatlah penting karena dia bertindak sebagai pengelola aset. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh kurator dalam menjalankan tugasnya antara lain :
  • Kewenangan hukum
  • Pertimbangan ekonomi dan bisnis berkaitan dengan likuidasi aset
  • Keterlibatan pihak lain (hakim pengawas)
  • Prosedur yang berkaitan dengan tindakan hukum tertentu (rapat verifikasi)
  • Kebiasaan dan tatacara yang layak menurut hukum dalam tindakan tertentu
Dalam menjalankan kewenangannya, kurator juga mempunyai tanggungjawab hukum. Salah satu pasal yang mengatur tentang tanggungjawab hukum kurator dalam UUK adalah dalam pasal 72 yang menyebutkan :
“kurator bertanggungjawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit”

Berdasarkan pasal 72 UUK tersebut maka terhadap kurator dapat dibebani pertanggungjawaban pribadi. Jika akibat kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap harta pailit, yaitu terutama kreditur konkuren. Jadi kurator dapat digugat untuk membayar ganti kerugian.

Akibat hukum dari adanya putusan pailit adalah :
  • Berlaku dibidang harta kekayaan
  • Penyitaan umum seluruh aset debitur
  • Debitur perseorangan, termasuk suami atau istri
  • Debitur kena cekal (tidak boleh meninggalkan domisili)
  • Ketentuan pidana tetap berlaku
  • Keputusan pailit by the operation of law
  • Barang berharga disimpan kurator
  • Uang tunai disimpan di bank
  • Tidak boleh menjadi direktur atau komisaris pada perusahaan lain.










1 komentar: